Untuk mensukseskan pesta demokrasi 2009 berdasarkan Kepres. No. 7 tahun 2009 maka pada hari Kamis 9 April 2009 Kelas TIK DI TIADAKAN kebetulan jadual kelas TIK pada hari itu adalah kelas XI IS-1 diharapkan siswa/siswi belajar sendiri dirumah. Berita foto harian Kompas edisi tanggal 25 Februari 2009 seakan menjawab pertanyaan mengapa biaya Pemilu 2009 menjadi mahal.
Foto tersebut menggambarkan seorang petugas gudang KPU Bandung yang sedang merapikan kotak suara. Ribuan kotak suara tersebut pernah dipakai untuk pemilu 2004, pemilihan gubernur Jawa Barat dan pemilihan walikota Bandung dan sepatutnya masih layak dipakai untuk pemilu 2009. Namun di pemilu 2009 akan diadakan kotak suara lagi yang baru.
Layaknya sebuah pesta, biaya akan menjadi sangat mahal apabila semua peralatan pesta seperti piring dan sendok menggunakan yang baru. Begitu juga dengan pesta demokrasi ini. Tingginya biaya pemilu bisa terjadi karena pengadaan logistik yang tidak semestinya terjadi. Pengadaan kotak suara adalah satu contohnya, padahal seperti kita ketahui banyak pilkada di setiap daerah yang juga menggunakan kotak suara. Padahal dengan menggunakan kotak suara yang lama, akan terjadi banyak penghematan.
Selain kotak suara, bilik suara yang pernah digunakan untuk pilkada juga dapat digunakan kembali demi efisiensi biaya. Contoh selanjutnya adalah pendataan pemilih. Rumitnya pendataan pemilih untuk pemilu sebagian besar disebabkan karena data kependudukan kita yang belum bisa dijadikan sebagai acuan data pemilih. Sesuai dengan UU Pemilu, maka WNI yang berumur 17 tahun/lebih atau sudah/pernah menikah mempunyai hak untuk memilih.
Dengan demikian, seharusnya KTP bisa dijadikan sebagai kartu pemilih. Tidak perlu lagi dikeluarkan kartu khusus, juga tidak diperlukan lagi pemutakhiran data yang membutuhkan biaya besar. Cukup dengan KTP orang bisa mengunjungi bilik suara dan memberikan suaranya. Dengan tinta sidik jari, mereka tidak bisa memilih lagi di tempat lain. Dari sini saja sudah bisa menghemat untuk pencetakan kartu pemilih serta pemutakhiran data pemilih.
Kemudian tentang sosialisasi pemilu di luar negeri. Meskipun mendapat banyak kecaman, akhirnya KPU mensosialisasikan pemilu ke luar negeri. Memang kegiatan ini diamanatkan oleh undang-undang pemilu. Tapi tidak mesti dilakukan dengan mendatangi langsung ke luar negeri. Teknologi informasi dapat digunakan untuk sarana sosialisasi. Bahkan dengan Internet sosialisasi bisa dilakukan secara interaktif, 24 jam dan dapat sekaligus juga dilakukan untuk semua WNI. Apalagi kebanyakan orang yang tinggal di luar negeri sudah banyak yang melek Internet. Ironisnya, kolom sosialisasi pemilu 2009 di homepage KPU masih kosong. Masih banyak lagi inovasi yang dapat dilakukan sehingga bisa menghemat anggaran pemilu kita.
Berdasarkan perhitungan KPU, biaya Pemilu 2009 sebesar Rp. 47.941.202.175.793, yang bersumber dari APBN dan APBD yang diturunkan pada tahun 2008 dan 2009. Dan berdasarkan pengumuman KPU tanggal 24 Oktober 2008, jumlah daftar pemilih tetap adalah 174.410.453.
Jadi biaya pestaporademokrasi ini per orang adalah Rp 271.376,-
Harga yang cukup mahal untuk sebuah pestapora demokrasi di tengah krisis global.
Layaknya sebuah pesta, biaya akan menjadi sangat mahal apabila semua peralatan pesta seperti piring dan sendok menggunakan yang baru. Begitu juga dengan pesta demokrasi ini. Tingginya biaya pemilu bisa terjadi karena pengadaan logistik yang tidak semestinya terjadi. Pengadaan kotak suara adalah satu contohnya, padahal seperti kita ketahui banyak pilkada di setiap daerah yang juga menggunakan kotak suara. Padahal dengan menggunakan kotak suara yang lama, akan terjadi banyak penghematan.
Selain kotak suara, bilik suara yang pernah digunakan untuk pilkada juga dapat digunakan kembali demi efisiensi biaya. Contoh selanjutnya adalah pendataan pemilih. Rumitnya pendataan pemilih untuk pemilu sebagian besar disebabkan karena data kependudukan kita yang belum bisa dijadikan sebagai acuan data pemilih. Sesuai dengan UU Pemilu, maka WNI yang berumur 17 tahun/lebih atau sudah/pernah menikah mempunyai hak untuk memilih.
Dengan demikian, seharusnya KTP bisa dijadikan sebagai kartu pemilih. Tidak perlu lagi dikeluarkan kartu khusus, juga tidak diperlukan lagi pemutakhiran data yang membutuhkan biaya besar. Cukup dengan KTP orang bisa mengunjungi bilik suara dan memberikan suaranya. Dengan tinta sidik jari, mereka tidak bisa memilih lagi di tempat lain. Dari sini saja sudah bisa menghemat untuk pencetakan kartu pemilih serta pemutakhiran data pemilih.
Kemudian tentang sosialisasi pemilu di luar negeri. Meskipun mendapat banyak kecaman, akhirnya KPU mensosialisasikan pemilu ke luar negeri. Memang kegiatan ini diamanatkan oleh undang-undang pemilu. Tapi tidak mesti dilakukan dengan mendatangi langsung ke luar negeri. Teknologi informasi dapat digunakan untuk sarana sosialisasi. Bahkan dengan Internet sosialisasi bisa dilakukan secara interaktif, 24 jam dan dapat sekaligus juga dilakukan untuk semua WNI. Apalagi kebanyakan orang yang tinggal di luar negeri sudah banyak yang melek Internet. Ironisnya, kolom sosialisasi pemilu 2009 di homepage KPU masih kosong. Masih banyak lagi inovasi yang dapat dilakukan sehingga bisa menghemat anggaran pemilu kita.
Berdasarkan perhitungan KPU, biaya Pemilu 2009 sebesar Rp. 47.941.202.175.793, yang bersumber dari APBN dan APBD yang diturunkan pada tahun 2008 dan 2009. Dan berdasarkan pengumuman KPU tanggal 24 Oktober 2008, jumlah daftar pemilih tetap adalah 174.410.453.
Jadi biaya pesta
Harga yang cukup mahal untuk sebuah pesta
1 komentar:
sip.........
setuju banget tu...
salam sukses pak...
saiful
Posting Komentar